![]() | Today | 414 |
![]() | Yesterday | 852 |
![]() | This week | 3026 |
![]() | Last week | 3715 |
![]() | This month | 18900 |
![]() | Last month | 25516 |
![]() | All days | 1088531 |
Cara Menghitung Harga Biji Kakao |
JAKARTA-KAKAO INDONESIA. Buka situs www.icco.org, lalu lihat data yang seperti ini “New York futures (US$/tonne) 2..267,33”. Maka harganya adalah 2,267,33 Dollar per ton nya. Lalu lihat kurs yang berlaku. Mis Rp. 9.779,00/1 USD. Makanya harga dalam rupiah adalah Rp. 2.267,33 x Rp. 9.779 = Rp. 22.172.220,07/ton. Maka harga per kg-nya Rp. Rp. 22.172.220,07/1000 = Rp. 22.172 ini merupakan harga biji kakao fermentasi tanpa premium dan tanpa discound. Karena biji kakao Indonesia umumnya non fermentasi, dan banyak mengandung benda asing biasanya pabrik menerapkan potongam harga hingga 80 % = Rp. 22.172 x 80% = Rp. 17.737,- (i25/5) Lalu bagaimana supaya petani bisa tidak mendapatkan potongan atau premium. Syaratnya harus mampu menyupply biji kakao fermentasi setidaknya secara konsisten selama 1 tahun. Jika baru hanya fermentasi hanya akan mendapatkan harga tanpa discound, biasanya perusahaan memberikan selisih 2.000. Misalnya Maka harganya menjadi Rp. 19.000/kg Coba kita lihat apa yang terjadi dengan harga biji kakao dari Pantai Ganding yang seluruhnya difermentasi dan memiliki kandungan lemak tinggi. Umumnya mereka mendapatkan tambahan 150 sd 200 USD/tonnes. Kita asumsikan jika petani Indonesia dihargai seperti petani di Pantai Gading maka harga yang ditetapkan pada kakao Indonesia adalah 2.267,33 USD/ton + 150 US/ton = 2.417,33 USD/ton Maka kita dikonversi ke rupiah menjadi 2.417,33 USD/ton x Rp. 9.779 = Rp. 23.639.070 atau setara dengan Rp. 23.639/ kg Jadi dengan melakukan fermentasi maka petani bisa mendapatkan kelebihan penghasilan sebesar Rp. 23.639/ kg - Rp. 17.737,- = 5.902. |
Comments
RSS feed for comments to this post