![]() | Today | 617 |
![]() | Yesterday | 1606 |
![]() | This week | 6084 |
![]() | Last week | 4657 |
![]() | This month | 14595 |
![]() | Last month | 23036 |
![]() | All days | 918871 |
Ini Masalah Kakao Indonesia Dan Butuh Penanganan |
![]() |
![]() |
JAKARTA-KAKAO INDONESIA. Saat ini Indonesia menghadapi ancaman usaha perkakao yang tidak berkelanjutan. Saat ini industri mengalami kelesuan akibat menumpuknya setok butter dan kelangkaan bahan baku. Sementara di tingkat petani, meskipun harganya masih cukup baik, namun masalah hama dan penyakit tetap menjadi momok. Karena daya tarik kakao semakin menurun mengakibatkan laju konversi juga meningkat. Kondisi demikian terjadi karena sejak awal bisnis kakao Indonesia tidak berkelanjutan. Setidaknya dengan beberapa alasan Pertama, hampir tidak ada kemitraan antara industri dengan perkebunan rakyat. Hubungan yang terbangun hanyalah dagang. Tidak ada aktivitas pendampingan dan investasi perusahaan di perkebunan. Selain itu ketiadaan kemitraan membuat harga di tingkat petani kadang kurang menarik. Sementara pembinaan yang ada tidak jarang mengedukasi petani untuk memasarkan biji basah yang membuat petani kesempatan mendapatkan nilai tambah. Kedua, tidak ada makenisme pengumpulan dana yang bisa digunakan untuk penelitian terkait pengendalian hama dan inovasi pengembangan teknologi perkebunan. Di kelapa sawit setidaknya ada model pembiayaan dengan dengan kutipan ekspor terhadap CPO. Ketiga, masih sangat langka koperasi tani kakao. Sehingga manfaat dari tata niaga kakao paling besar dinikmati oleh tengkulak. Padahal dengan adanya koperasi petani bisa kembangkan standarisasi perawatan kebun, unit pengelohan kakao fermentasi dan usaha produk turunan. Kami beranggapan kalau ketiga masalah ini bisa diatasi, maka keberlanjutan kakao Indonesia dapat diwujudkan.
|